Monday, November 28, 2011

Ingin Menjadi Astronot Seperti Neil Armstrong Tidak Perlu Harus Jadi Ahli Astronom


Istilah astronot dan astronom lahir dari suku kata yang hampir sama. Padahal secara definisi, tugas dan fungsi, keduanya jelas berbeda. Meski mirip, tampaknya astronot lebih populer dibandingkan astronom atau pakar ilmu astronomi.

Menjadi astronot bisa dipastikan masuk ke dalam daftar cita-cita paling favorit bagi anak-anak yang duduk di bangku SD. Buktinya, nama Neil Armstrong hingga kini masih diingat sebagai orang pertama yang menginjakan kakinya ke bulan, meskipun banyak juga anak-anak bahkan orang dewasa yang meragukan kebenarannya.


Terlepas dari kontroversi itu, ada fakta yang tidak bisa dibantah bahwa peran astronot sebenarnya tidak lepas dari analisa ilmiah yang disajikan para astronom. Astronomlah yang mempelajari bulan, mengukur situasi dan kondisinya, hingga disimpulkan bahwa bulan bisa diinjak manusia seperti Neil Armstrong.

Bukti bahwa astronomi kurang populer di masyarakat misalnya adanya kesalahpahaman bahwa mempelajari astronomi adalah untuk menjadi astronot.

Bagi para astronom, sangkaan itu mungkin hanya ditanggapi sebagai anekdot atau dengan senyum geli. Tetapi bagi awam, bisa saja dipercayai mengingat istilah astronot dan astronom terbentuk dari kosa kata yang hampir sama.

Sering dicampuradukannya makna astronot dan astronom bisa jadi karena rendahnya minat mempelajari ilmu astronomi. Maka untuk makin mengenalkan ilmu astronomi, sejak 1999 Bosscha membuka kunjungan bagi masyarakat umum.

Buktinya, jumlah pengunjung Bosscha per tahunnya mencapai 60 ribu lebih atau mencapai 600 orang per hari.

Salah seorang pengunjung Bosscha, Zaenal Arifin, guru pengajar mata pelajaran fisika dari sebuah SMA di Tangerang, mengatakan terbukanya Bosscha bagi masyarakat umum diharapkan bisa mendorong minat pelajar untuk mempelajari astronomi.

Zaenal menuturkan, para murid sebenarnya memiliki antusiasme tinggi jika diajak ke observatorium yang didirikan ilmuwan Belanda itu. Hanya saja antusiasme itu belum tentu membuat para murid tertarik mendalami astronomi atau bahkan bercita-cita menjadi astronom.

“Mempelajari antariksa kan tidak mudah. Dasarnya jelas harus pandai matematika, dan kita tahu mata pelajaran berhitung relatif jarang diminati murid,” kata Zaenal, di sela kesibukannya membimbing anak didiknya
kunjungan ke Bosscha.

Selain itu, peran guru juga sangat penting dalam mengarahkan minat muridnya. Misalnya bisa menyampaikan pelajaran matematika atau fisika secara menarik dan tak membosankan. Sebab, cita-cita murid tergantung dari pengarahan dan petunjuk sang guru. “Termasuk supaya murid termotivasi untuk jadi astronom,” tambahnya.

Peneliti Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB) Evan I Akbar menjelaskan, secara sederhana astronomi adalah ilmu yang mempelajari luar angkasa seperti bulan, tata surya, galaksi, bintang-bintang, dan benda antariksa lainnya yang berada lebih jauh dari atmosfer bumi. Astronomi juga menjelaskan kapan dan bagaimana alam semesta ini terbentuk.

“Salah satu tugas astronom yang paling mudah dimengerti adalah menghitung kapan meteor jatuh ke bumi,” terang Evan.

Evan, yang juga sebagai Koordinator Kunjungan di Bosscha, menuturkan memang ada juga pengunjung yang tidak paham dengan definisi sederhana astronomi.

Tidak heran jika astronomi sering dikaitkan dengan misi antariksa seperti yang dilakukan astronot. Bahkan astronomi juga dikaitkan dengan aktivitas perakiraan cuaca seperti yang dilakukan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG).

Padahal, meski BMKG dan astronomi sama-sama meneliti objek di luar bumi, namun jangkauan astronomi lebih jauh lagi yakni meneliti objek yang di luar atmosfer bumi. Sedangkan BMKG hanya meneliti objek yang berada di dalam atmosfer bumi.

Begitu juga dengan peran dan tugas astronot yang sebenarnya adalah orang yang mengemban misi di benda angkasa. Bisa dipastikan bahwa astronot dalam misinya itu mendapat petunjuk dari astronot. Yang menjadi astronot biasanya orang-orang dari kalangan militer, bukan warga sipil.

“Dan nggak pernah astronomnya sendiri yang berangkat. Kalaupun ada warga sipil yang pergi, tujuannya hanya wisata,” katanya.

Kenapa astronot diambil dari kalangan militer? Sebab, tugas di luar angkasa sangat membutuhkan kekuatan fisik. Tugas itu hanya bisa dipenuhi oleh militer yang memang terlatih secara fisik.

Contoh sederhananya, kekuatan fisik sangat diperlukan ketika perjalanan udara menggunakan pesawat roket. Dengan kecepatan tinggi itu, seorang astronot akan menerima bobot berat badannya sebanyak 10 kali grafity. Artinya, berat badan yang didapat saat terbang akan bertambah 10 kali lipat dari berat badan normal. Warga sipil tidak mungkin bisa menerima beban sebesar itu, ini berbeda dengan militer yang memang sudah dilatih untuk menerima beban sebesar itu.

Di luar angkasa, para astronot harus menjalankan misi sesuai dengan kepentingan astronomi. Misalnya mereka bertugas mengambil bebatuan di bulan, namun mereka tidak bisa meneliti bebatuan itu.

Penelitian akan diserahkan kepada para astronom yang berada di bumi. Jadi astronot hanya tahu misi itu buat apa, bukan meneliti temuan dari misi. Astronomlah yang nantinya akan meneliti temuan astronot. “Neil Armstrong ga tahu batu di bulan itu buat apa. Si batu ini diteliti oleh astronom,” tandas Evan.

Jadi, sambung mahasiswa S2 Astronomi ITB itu, kuliah di jurusan astronomi bukanlah untuk menjadi astronot, melainkan astronom yang tetap bertugas di bumi tetapi harus memanfaatkan teropong unguk mempelajari benda-benda langit. “Memang banyak yang berpikir ingin jadi astronot masuk astronomi, salah itu. Seharusnya dia masuk militer,” tuturnya.(sumber:okezone)

No comments:

Post a Comment